Beranda | Artikel
Bersegera Untuk Melunasi Hutang Dan Mengutamakannya Dari Bersedekah
Selasa, 19 November 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Bersegera Untuk Melunasi Hutang Dan Mengutamakannya Dari Bersedekah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 6 Rabbi’ul Awwal 1441 H / 03 November 2019 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Penjelasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah

Kajian Islam Ilmiah Tentang Bersegera Untuk Melunasi Hutang Dan Mengutamakannya Dari Bersedekah

Kita lanjutkan bab hadits-hadits yang berkaitan dengan keutamaan bersedekah. Berkata penulis kitab ini Rahimahullah Al-Imam Al-Mundziri: Dan sahabat Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَنَّهُ ذَكَرَ النَّارَ، فَتَعَوَّذَ مِنْهَا، وَأَشَاحَ بِوَجْهِهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ، ثُمَّ قَالَ: اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا، فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Bahwasanya beliau menyebutkan tentang neraka, kemudian beliau meminta perlindungan dari neraka, dan beliau memalingkan wajahnya tiga kali, kemudian beliau berkata: ‘Lindungilah diri kalian dari neraka walaupun dengan separuh kurma, dan apabila kalian tidak mendapatkan separuh kurma maka dengan perkataan yang baik.`” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perkataan Nabi “أَشَاحَ”, disini artinya bersungguh-sungguh. Beliau bersungguh-sungguh mewasiatkan untuk seseorang melindungi dirinya dari api neraka. Dan pendapat lain mengatakan artinya beliau memperingatkan dari hal tersebut, والمشيح yaitu orang yang waspada, ada pula yang mengatakan artinya adalah orang yang lari, ada juga yang mengatakan arti “أَشَاحَ” adalah datang atau menghadap ke depan atau bersungguh-sungguh, ada juga yang mengatakan artinya dia bermuka masam, dan Al-Harbi mengatakan bahwasanya makna yang paling baik daripada kata “أَشَاحَ” adalah berpaling.

Penulis kitab ini Rahimahullah menyebutkan hadits dari sahabat Adi bin Hatim Ath-Tha’i. dan Hatim Ath-Tha’i adalah bapak dari sahabat Adi Radiyallahu ‘Anhu yang merupakan orang yang sampai saat ini sangat dikenal kedermawanan beliau dalam menginfakkan harta-hartanya dan dalam memuliakan tamu-tamunya. Dahulu Hatim Ath-Tha’i ini berinfaq dengan infaq yang sangat banyak sekali. Akan tetapi niatnya bukan niat yang baik, bukan niat ikhlas untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu dalam sebuah hadits sahabat Adi ini pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang apa yang telah diinfaqkan oleh bapaknya dari harta-harta, dari sedekah yang sangat banyak, apakah akan bermanfaat untuknya? Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ أَبَاكَ أَرَادَ أَمْرًا فَأَدْرَكَهُ

“Sesungguhnya bapakmu dahulu menginginkan sesuatu dan dia telah mendapatkannya.” (HR. Ibnu Hiban)

Para ulama mengatakan bahwasanya Hatim dulu menginginkan agar ia terkenal dan ia telah mendapatkan hal tersebut. Sampai saat ini dia terkenal dengan kedermawanannya. Dan berbeda antara orang yang menginfaqkan harta yang banyak karena ingin terkenal, maka apa yang ia dapatkan tidak melebihi dari pujian manusia di dunia. Adapun orang yang menginfakkan satu riyal atau dua riyal atau satu biji kurma atau dua biji kurma namun ia mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia akan mendapatkan berkahnya yang besar di dunia dan di akhirat. Bahkan ia bisa mendapatkan seperti gunung atau lebih besar lagi.

Adapun orang yang menginfaqkan harta yang sangat banyak namun tidak ikhlas, maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa pada hari kiamat. Begitu juga dengan Abdullah bin Jud’an dalam sebuah hadits dari Shahih Muslim bahwasanya Abdullah bin Jud’an ini terkenal banyak berinfaq, banyak memerdekakan budak, banyak kedermawanannya kepada orang-orang miskin, maka ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menyebutkan tentang Abdullah dan Jud’an ini bahwa dahulu dia begini dan begitu, apakah hal itu bermanfaat baginya? Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:

لاَ يَنْفَعُهُ. إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْماً: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

“Tidak bermanfaat baginya, karena dia tidak pernah sekalipun mengatakan: Ya Allah ampunilah kesalahan-kesalahan pada hari pembalasan.”

Dia tidak menginginkan hari akhirat. Padahal Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَـٰئِكَ كَانَ سَعْيُهُم مَّشْكُورًا ﴿١٩﴾

Dan barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat dan menempuh jalan yang seharusnya dan dia dalam keadaan beriman, maka mereka itulah yang akan disyukuri usaha mereka.” (QS. Al-Isra`[17]: 19)

Maka barangsiapa yang berinfak dan bersedekah menginginkan dunia, ingin terkenal, ingin dipuji oleh manusia, maka semua hal tersebut tidak bermanfaat baginya di akhirat. Mungkin saja di dunia dia terkenal dan dipuji oleh manusia, akan tetapi pada hari kiamat nanti ketika ia berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia tidak akan mendapatkan apa-apa.

Perkataan penulis kitab ini Rahimahullah: “dari sahabat Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘Anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau menyebutkan tentang neraka, kemudian beliau beristi’adzah dari neraka dan memalingkan wajahnya tiga kali.” Dalam riwayat Shahih Bukhari, para sahabat mengatakan:

حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا

“Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memalingkan wajahnya, kami menyangka bahwasannya Rasulullah melihat ke neraka.”

Yaitu seakan-akan neraka itu berada di depan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan beliau melihat ke neraka tersebut.

Penulis kitab ini menyebutkan beberapa pendapat tentang makna “أشاح”. Dan beliau menutup dengan perkataan Al-Harbi bahwasanya tafsir atau makna yang paling baik adalah berpaling. Karena dalam bahasa Arab jika dikatakan “أشاح” apabila seseorang memalingkan wajahnya. Dan ini adalah makna yang paling dekat dengan konteks hadits ini. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan neraka kemudian ia berlindung diri dari neraka dan beliau kemudian memalingkan wajahnya dari arah sebelumnya ia melihat. Dan berpaling dari arah sebelumnya sampai para sahabat mengatakan, “Sampai kami menyangka Rasulullah melihat ke neraka.” Yaitu Rasulullah melihat ke arah tertentu kemudian ia  memalingkan wajahnya dari arah tersebut kemudian beliau bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

“Lindungilah diri kalian dari neraka walaupun dengan bersedekah dengan separuh biji kurma.”

Dan Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّـهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾

Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan, penjaga-penjaganya adalah malaikat yang keras dan kasar, mereka tidak mendurhakai apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan mereka senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim[66]: 6)

Dan neraka ini -semoga Allah melindungi kita semua darinya- diantara cara untuk berlindung dari neraka adalah dengan bersedekah walaupun dengan satu biji kurma atau dengan sebanding dengan satu biji kurma. Dan hendaklah seorang hamba tidak menganggap remeh sedikitpun yang dijadikan sesuatu yang melindungi kita dari neraka dari kebaikan, dari sedekah-sedekah walaupun hal tersebut sesuatu yang sangat sedikit. Janganlah kita meremehkan hal tersebut. Karena sedekah dalam sebuah hadits dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ جَلَّ وَعَلَا

“Sedekah itu akan memadamkan kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Tirmidzi)

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Jika kalian tidak mendapatkan sesuatu yang bisa kalian sedekahkan maka cukup dengan berkata dengan perkataan yang baik.” Yaitu maksudnya jika kalian tidak ada uang, tidak ada makanan, tidak ada minuman atau pakaian yang bisa disedekahkan, maka cukup dengan perkataan yang baik. Dan perkataan yang baik termasuk di sini yaitu berkata baik kepada yang meminta kepada Anda. Yaitu ketika seseorang tidak mempunyai sesuatu yang ia bisa berikan, maka cukup ia berdoa, “Aku memohon kepada Allah agar memberimu rezeki atau membantumu untuk melunasi hutangmu atau membuat engkau cukup dari kekuranganmu.

Kemudian Imam Al-Mundziri mengatakan: “Dan sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا يَسُرُّنِي أَنَّ لِي أُحُدًا ذَهَبًا تَأْتِي عَلَيَّ ثَالِثَةٌ وَعِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ إلاَّ دِينَارًا أَرْصُدُهُ لِدَيْنٍ عَلَيَّ

“Aku tidak suka jika aku mempunyai satu gunung emas dan emas tersebut tinggal bersamaku selama tiga hari dan masih tersisa satu dinar, kecuali satu dinar yang aku persiapkan untuk membayar hutangku.”

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku tidak suka jika aku mempunyai satu gunung uhud emas.” Bunung uhud adalah gunung yang besar yang terletak di sebelah utara kota Madinah. Dan hadits ini sama dengan hadits Abu Dzar. Yaitu ketika beliau mengatakan: “Aku pernah berjalan bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi di Madinah, kemudian Jabal Uhud berada di hadapan kami. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata dan Abu Dzar berada di samping beliau dan waktu itu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat ke gunung uhud dan beliau mengatakan:

مَا يَسُرُّنِي لي مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا

“Aku tidak suka jika aku mempunyai sebesar gunung emas ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Emas yang sebesar gunung uhud tersebut tetap bersamaku selama tiga hari dan masih tersisa satu dinar.” Ini menunjukkan bahwasanya ada anjuran agar kita bersegera untuk bersedekah dan tidak menunda-nundanya.

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Kecuali satu dinar yang aku persiapkan untuk melunasi hutangku.” Di sini ada faidah yaitu kita dianjurkan untuk bersegera melunasi hutang. Dan bahwasannya melunasi hutang lebih didahulukan daripada bersedekah. Dan dari sini para ulama mengatakan bahwasanya barangsiapa yang mempunyai harta yang ia bisa melaksanakan ibadah haji atau umrah, namun ia juga mempunyai hutang, maka melunasi hutang lebih diutamakan. Dan hendaklah seorang yang mempunyai hutang untuk bersegera melunasi hutangnya dan membayarnya.

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah pernah ditanya tentang masalah orang yang ingin melaksanakan ibadah haji namun yang mempunyai hutang. Maka beliau mengatakan, “Apabila engkau punya hutang, maka jangan melaksanakan haji. Karena haji tidak wajib bagimu ketika itu. Seandainya engkau bertemu dengan Rabbmu, mati dalam keadaan belum berhaji karena engkau punya utang dan mendahulukan membayar hutang, maka engkau tidak berdosa. Karena haji tidak wajib bagimu. Dan hendaklah engkau memuji kepada Allah karena Allah memudahkan untukmu. Dan ketahuilah bahwasanya hak-hak anak Adam itu harus diutamakan. Karena manusia tidak akan menjatuhkan sedikitpun dari haknya. Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa saja mengampuni apabila kita tidak menunaikan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka janganlah kita menolak kemudahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengatakan, ‘saya akan tetap haji walaupun saya mempunyai hutang.’ Dan hutang tersebut tetap menjadi tanggung jawab Anda padahal haji ketika itu tidak wajib bagi Anda.” (Al-Fatawa 21/117)

Dalam sebuah hadits dalam kitab Musnad yang ditulis Imam Ahmad Rahimahullah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

لَا تُخِيفُوا أَنْفُسَكُمْ بَعْدَ أَمْنِهَا

“Janganlah kalian membuat takut diri-diri kalian setelah merasa aman.”

Para sahabat bertanya, “Bagaimana hal tersebut bisa terjadi wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab:

الدَّيْنُ

“Berhutang.” (HR. Ahmad)

Kita akan menjadi takut setelah kita merasa aman. Karena perkara hutang ini bukan perkara yang mudah. Maka hendaklah seorang bersegera untuk melunasi hutangnya, mengumpulkan harta untuk bisa membayar hutangnya dan mengutamakannya dari bersedekah. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yg mengatakan, “Kecuali satu dinar yang aku persiapkan untuk melunasi hutangku.”

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Bersegera Untuk Melunasi Hutang Dan Mengutamakannya Dari Bersedekah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47949-bersegera-untuk-melunasi-hutang-dan-mengutamakannya-dari-bersedekah/